Cinta dan Bentuk Kalah Lainnya, dari Liyu untuk Eunda.



Semua orang meyakini bahwa kalah adalah bagian dari menyerah.

Seperti sebuah tarian yang tak kunjung selesai, aku memulai dari wajah yang tak ku kenal padahal sudah lama. Aku selalu bertanya, beranjak dari polusi cahaya kota yang kita nikmati dari atas bukit. Tidak tau akan kemana. Aku sedang berusaha pulih dari tangisan yang tak kunjung selesai. Bersamamu, ingin kita yang cemerlang. Kemana kamu akan pergi bersama angin?

Terimakasih kepada angin, ia pergi. Kau menjauh dengan kekhawatiran yang tak kunjung selesai, atau aku yang beranjak ternyata? Hormat kepada angin, ternyata ia pulang terburu dengan kenangan yang datang. Rinduku tersampaikan. Ia kembali lagi dan lagi, untuk pergi semakin jauh dan mati lalu ku panggil lagi.

Kita terlalu berani merasa seperti takdir kita yang tulis. Bagaimana dengan tidurmu apa masih terjerat aku? atau aku yang berhenti bodoh karena merasa saat ini berhenti pada masa lalu? secepatnya aku mengerti.

Kau masih mengantarku dan aku menangis di jalan pulang. Aku terus mengingatkanmu perihal cinta, tapi kau masih acuh tak acuh mendengarkanku dengan kekhawatiran yang tak kunjung menghilang. Kita menangis diperjalanan pulang karena tak kunjung menemukan jalan untuk sampai tujuan. Berantakan dan saling membiarkan ini sebagai hal yang biasa.

Aku pergi duluan ya. Bukan ku tak ingat semua kenangan tapi harus ku lupa. Kau kan menyusul kan? Jangan lama. Aku tau perasaanmu, jangan sedih karena bukan hanya kamu. Kita hanya menerka tentang kita sampai Tuhan tertawa. Ini berat dan, selesai.

Kutulis tentang cinta dan bentuk kekalahan lainnya sama seperti Nadin. Aku hormat kepada angin hingga akhirnya memutuskan selesai karena keharusan, karena kekhawatiran ku tak pernah selesai. Kutulis ini di 08 Oktober pada 21.49. Ia tak peka aku akan pergi besok nya. Terimakasih, ku pergi duluan ya.

dari Liyu untuk Eunda.

Posting Komentar

0 Komentar